Perwata Batam
Mimpi Fani Oktora untuk membangun rumah tangga dengan bupati pupus
hanya dalam waktu empat hari. Bupati Garut Aceng H.M. Fikri yang
menikahinya secara siri menceraikannya melalui SMS. Dia shock. Demikian
juga orang tuanya.
Tidak mudah menemui Fani Oktora, 18. Untuk bisa bertemu perempuan
yang dinikah kilat oleh Bupati Garut Aceng H.M. Fikri itu harus melalui
perantara salah seorang pengurus Pondok Pesantren Al-Fadhilah, Raden
Heri Muhammad Jawari. Saat ini perempuan kelahiran 8 Oktober 1994 itu
tinggal di rumah sang nenek di Kampung Cukang Galeuh, Desa Dunguswiru,
Kecamatan Limbangan, Garut, Jabar.
Sejak kasus pernikahan yang empat hari kemudian cerai tersebar di
media cetak dan elektronik, Fani shock berat. Dia mengurung diri di
kamar. Kondisinya semakin buruk setelah Dedah, ibunya, dan Udin
Saepudin, bapaknya, mengalami hal serupa. Untungnya, Udin cepat bangkit
sehingga tidak separah istrinya.
Rumah yang ditinggali Fani dan Ade, sang nenek, merupakan rumah
panggung berukuran sedang. “Akhir-akhir ini Fani sering mengurung diri
di kamar.
Sejak peristiwa itu (dicerai, red), dia memang tinggal sama saya,
karena rumah orang tuanya juga runtuh,” ujar Ade. Ya, bersamaan dengan
mencuatnya kasus ini, rumah orang tua Fani juga roboh dan sekarang dalam
perbaikan.
Orang yang ingin bertemu Fani memang diterima Ade. Fani sendiri
enggan bertemu orang lain. Begitu juga ketika Radar Tasikmalaya
(Batampos Pos Group) mendatangi rumah Ade.
Namun, setelah sekian lama ditunggu, akhirnya Fani keluar dari
kamarnya. Wajahnya tampak kusut dalam balutan kerudung abu-abu motif
bunga. Dia mengenakan baju tidur pink.
Fani mengaku, harapannya untuk hidup bahagia dari pernikahannya
dengan orang nomor satu di Garut saat ini malah menjadi neraka bagi
seluruh keluarga. Pernikahannya hanya berlangsung empat hari.
Keluarganya pun merasa dilecehkan dengan cara bupati menceraikannya.
“Kami menikah 14 Juli dan bupati menjatuhkan talak melalui SMS pada
17 Juli saat berada di Jakarta mengurusi persiapan umrah,” kata Fani
lirih.
Diperlakukan seperti itu keluarga Fani merasa tidak dihargai dan
dilecehkan. Karena itu, mereka meminta bupati datang ke rumah. Saat itu
Bupati Aceng berjanji datang menemui keluarga setelah pulang dari umrah.
Namun, setelah pulang dari Tanah Suci, bupati tak kunjung datang. Hal
ini menyulut kemarahan keluarga besarnya, termasuk pesantren tempat Fani
mengaji sejak kecil
Fani mengaku, yang dibutuhkan keluarganya hanyalah sebuah pengakuan.
Sebab, hal itu akan menumbuhkan kepercayaan diri agar dia dapat
melanjutkan kembali hidupnya. Namun, permintaan itu tidak dihiraukan.
Karena itu, amarah keluarga pun semakin besar.
Meski saat ini shock, Fani berjanji mengembalikan semangatnya dan
berusaha melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi bidang kesehatan.
Terkait masalahnya dengan bupati, Fani menyerahkan sepenuhnya kepada
pihak yang telah dipercaya keluarga, termasuk kepada pihak pesantren
tempat dirinya menimba ilmu agama sejak kecil.
Perempuan lulusan SMA itu berjanji akan bangkit dari keterpurukan
untuk mengejar cita-cita. Dia sangat ingin membahagiakan orang tuanya.
Apalagi, saat ini orang tuanya masih sakit karena terkejut dan kaget
atas masalah yang menimpanya.
Raden Heri Muhammad Jawari mengatakan, hubungan antara dirinya dan
bupati sebenarnya sangat dekat. Mereka sama-sama santri dan memiliki
banyak kepentingan organisasi. Bahkan, Heri mengaku ikut menyukseskan
Aceng dalam pilkada lalu hingga akhirnya bisa menjadi bupati Garut.
Heri menegaskan, pihaknya tidak bermaksud menjatuhkan reputasi
politik dan karir bupati dengan kasus ini. Jika saat ini bupati menjadi
buah bibir masyarakat, itu bukan karena orang lain, tapi akibat
perbuatannya sendiri.
Menurut Heri, saat ini seluruh keluarga Fani dalam kondisi kurang
baik. Dua orang tuanya sakit. Bapaknya tak lagi bisa bekerja di
perusahaan katering di Bandung. Bahkan, adiknya ikut sakit. Derita itu
ditambah dengan runtuhnya rumah yang mereka tempati.
Menjelang magrib, rumah yang ditinggali Fani didatangi beberapa
anggota salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Garut. Mereka
sengaja menjaga Fani dan keluarga dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Penjagaan ini dilakukan setiap hari sejak kasus ini mencuat. “Ini untuk
mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” kata salah
seorang anggota LSM tersebut.
Sementara itu, Aceng akhirnya mengakui dirinya pernah menikah siri
dengan Fani. Sebelumnya, foto pernikahan bupati dengan Fani sempat
tersebar di situs jejaring sosial. Aceng juga mengaku siap meminta maaf
kepada keluarga Fani. Namun, dia masih menunggu waktu yang tepat. Meski
demikian, dia ingin ditunjukkan letak kesalahannya.
“Jangankan bila saya berdosa, kalau tidak pun saya akan minta maaf.
Tapi, ini minta maaf atas dasar apa dulu? Saya akan melihat timing yang
tepat. Mungkin saat ini di sana sedang emosi,” katanya kepada wartawan.
Aceng yang saat ditemui wartawan ditemani Charli Van Houten, mantan
vokalis ST 12, mengungkapkan, foto pernikahan yang selama ini beredar di
internet adalah benar foto pernikahan dirinya dengan Fani yang
dilakukan secara agama. Bahkan, istri serta anaknya pun mengetahui
perkawinan tersebut. Namun, itu semua terjadi lima bulan lalu dan
masalah yang lalu tidak ada kaitannya dengan masalah saat ini.
Aceng juga membantah bahwa saat menikah mengaku duda, karena hal itu
haram hukumnya. Dia mengaku, sampai saat ini istri sahnya tetap Hj Nur
Rohimah Aceng Fikri. Namun, Aceng mengakui, sejak tiga tahun lalu
dirinya memang ada masalah dengan Nur Rohimah. Karena tak ingin
melanggar aturan, dia akhirnya menikahi Fani secara agama.
Aceng mengakui, sejak menjadi bupati, dirinya memiliki banyak
kesibukan sehingga sulit berkomunikasi dengan istri, anak, serta tim
sukses pendukungnya seperti sebelum dirinya menjadi bupati. Dia melihat
akar permasalahannya adalah kurang komunikasi.
Terkait tuduhan proses cerai yang hanya lewat SMS, menurut Aceng, SMS
tersebut merupakan penegasan dari talak secara lisan yang dijatuhkannya
kepada Fani. Alasannya, saat itu dirinya akan berangkat umrah dan
menerima banyak tamu.
Aceng mengaku punya alasan kuat menceraikan Fani. Namun, dia menolak
membeberkan hal tersebut karena tidak ingin mengungkapkan aib orang lain
kepada publik. “Alasannya tentu ada. Saya kira tidak etis kalau saya
ungkap, apalagi jadi konsumsi publik. Yang pasti, ada hal yang sangat
tidak sesuai dengan harapan saya pada dia,” katanya.
Soal adanya tuduhan melecehkan perempuan, menurut Aceng, dirinya
sangat menghargai Fani. Saat pernikahan saja, maskawin yang diberikannya
adalah emas seharga Rp 50 juta ditambah uang tunai Rp 100 juta. Menurut
Aceng, jumlah belum termasuk barang-barang berharga lain yang juga
diberikan kepada Fani.
Aceng mengaku akan berupaya agar masalahnya segera selesai secara baik-baik.
Sementara itu, warga Garut mulai bereaksi. Kemarin (2/12) para tokoh
masyarakat dan agama yang tergabung dalam Komite Penyelamat Garut
(Komat) mengadakan pertemuan. Hasilnya, mereka menelurkan Resolusi
Limbangan. Salah satunya mendesak DPRD Garut menggunakan hak mosi tak
percaya dan meminta ke Mendagri agar mencopot Aceng. (Zainal
Miftahuddin, garut) (117)
Sumber : Batampos
Posting Komentar